Rabu, 26 September 2018

#2 - GURHAT (Gunan Curhat)

Hi fellas! Long time no see banget ga sih? HAHAHA. Terakhir bulan maret gue nulis blog, dan sekarang, gue dateng buat nulis cerita-cerita seru yang belakangan ini gue rasakan. Who's excitedddd? Hands up! wkwkwk. Jadi, gue punya pacar. (Tepuk tangan 2 kelingking). Gue deket dan tau dia dari social media, kita gakenal,tapi gue paksain biar jadi kenal. Gue emang anaknya pemaksa dari dulu, ya kan? mwhehehe. Lama kelamaan, gue nyaman dan memutuskan untuk bertemu dengan dia. Kita jalan ke Senayan waktu itu, agak deg deg an sih ya namanya juga sama gebetan baru, siapa yang gak ngerasain gitu? Singkat cerita, balik dari Senayan gue dan dia jadi sama sama pasang status di line. We were in relationship HEHEHEHE. Gue sayang, sayang banget. Gue suka cara dia ngomong sama gue, mata nya dia kalo udah natap nih, sumpah, gue gakuat. Dia baik, dan agak nyebelin. Satu hal yang gak gue suka dari dia, dia gamers. Dia sering ninggalin gue akhir-akhir ini demi game baru yang dia punya. Awalnya gue gak permasalahin dan coba buat menerima. Tapi, lama lama bored ga sih? Cukup, kata yang suka keluar dari pikiran gue sendiri setiap mikir hal-hal yang jelek. Yang justru kadang buat hati gue semakin risau. Mikirin dia kalo lagi main game emang gapernah ada abisnya, apalagi kalo doi udah gaul sama temen-temen, ngelus dada ae dah cu. Tapi, semenjak ada dia, hidup gue yang dulu sering gue sebut 'abu-abu', lemayan munculin pelangi. Dia bisa buat gue ketawa, kadang kalo gue bete dia juga bisa naikin mood gue. Contoh: ngirim sticker line yang bikin cewek-cewek cengeng kaya gue meleleh. Gatau ya, menurut gue hal sederhana bisa lebih bermakna, ya seperti apa yang dia lakuin ke gue. Gue seneng selama ada Anom, dia menyenangkan. Tapi, jarak selalu jadi masalah pertama yang gue dan dia rasain tiap hari.

Kamis, 03 Mei 2018

Kalah

Sudah tahun kedua. Namun bayangnya masih saja mengejar. Jejaknya tak kian hilang dalam benak. Sungguh, melupakan adalah terapi menjaga kejiwaan. Berkali-kali ingin menutup jendela besar, mencoba membangun dengan yang baru. Tetap saja, burung-burung seolah menghampiri seperti enggan jikalau kututup jendela itu. Aku kalah dalam permainannya. Pantas saja, permainan melibatkan hati pasti sudah dapat kutebak, ia lah pemenangnya. Garis akhir sudah ia lalui, begitupun dengan memori-memori yang pernah hadir. Kecuali diriku, yang masih melambat dan terkadang berhenti untuk beristirahat. Bukan, bukan beristirahat layaknya minum kopi dengan toples biskuit. Tapi, beristirahat setelah lelah berperang dengan suasana hati.

Sabtu, 24 Februari 2018

Dari Perempuan yang Menangis Dalam Diam

Jakarta, 24 Februari 2018. Untuk seseorang yang berumur 18 tahun. Tepat hari ini, lelaki itu bertambah usianya. Tepat hari ini juga, aku kembali menghubunginya. Memberikan selamat atas hari sejarahnya dan berdoa untuk keinginannya. Aku tahu, tidak seharusnya aku melakukan hal ini. Aku seperti terjebak pada masa lalu. Memutar roda yang sudah melaju lebih dulu. Aku kembali keliru. Rasanya sesak ketika harus kembali melihat balasan pesan darinya. Bukankah itu suatu kabar baik, bahwa dia masih membalas pesanku? Tapi rasanya berbeda. Bukan rasa senang−seperti yang aku rasakan dulu. Justru, rasa cemas yang menguasai perasaanku. Aku cemas, takut ia merasa terganggu dengan ucapan selamat yang aku berikan. Aku cemas, takut ia membenciku karna kembali menghubunginya. Aku cemas, takut dengan perasaanku yang tak kunjung membaik. Aku tidak pernah mengharapkan ia membalas pesanku lagi−sekalipun itu ucapan selamat, atau yang lebih tragis, aku tidak pernah mengharapkan ia kembali pada pelukanku. Aku berusaha realistis, meskipun tak berbuah manis.