Minggu, 15 Oktober 2017

Juz 2, Tentang Kamu.

Jakarta, 3 Oktober 2017. Lembaran kedua, untukmu, yang tidak pernah menjemu. Sudah kelipatan berapa kita saling kenal? Sudah berapa lama kita saling menatap? Sudah berapa banyak waktu yang kutunggu untuk mengetahui perasaanmu? Ah, semua pertanyaanku terdengar menyebalkan. Sungguh, aku tidak pernah mempermasalahkan tentang kepastian pada seseorang. Apa itu yang membuatku seperti tarik ulur? Aku betul-betul tidak pernah mengharapkan hal tersebut saat berdekatan dengan yang lain. Tapi, tidak untukmu. Hatiku sering bersorak ramai menanti sebuah kejelasan. Perasaanku bergejolak ria menunggu suara hatimu. Diriku, mencoba menahan segala luapan emosi yang tumbuh disana. Sangat sulit. Tolong, katakan yang sejujurnya. Jika engkau sungguh-sungguh tertarik dengan perasaanku, katakanlah. Aku tidak akan keberatan, sungguh. Itu justru membuat hatiku sangat lega. Tapi, jikalau sebaliknya, jauhi diriku semampu yang kamu bisa. Sejauh yang kamu capai. Jangan membuatku terus menunggu dengan sejuta kalimat manis yang selalu kamu kirimkan lewat pesan singkat. Disini, aku berdiri. Menunggu sesuatu yang tak berujung pasti. -G

Selasa, 10 Oktober 2017

Juz 1, Tentang senja.

Jakarta, 24 September 2017. Lembaran baruku, tentang dirimu dan senja. Aku pernah merasakan senja sore itu bersamamu. Aku merasakan kehangatan yang belum pernah aku dapatkan dari yang lain. Aku belajar menerima hatimu saat itu. Aku mencintaimu seterusnya karna senja. Hari itu, matahari tenggelam menjadi saksi bisu antara perasaanmu kepadaku. Tak matahari pun hadir, kicauan burung juga ikut beramai ramai menyaksikan. Aku sungguh malu dulu, haha, aku serius. Kamu selalu berjanji untuk membuatku bahagia, kamu bilang membuatku tersenyum adalah kewajibanmu, kan? Pasti kamu ingat itu. Perlu kamu catat, aku tidak akan pernah melupakan masa-masa kita bertemu, bertengkar, bahkan aku merajuk karna kamu tidak mau mengalah saat ingin membeli es krim. Kita sangat lucu, bukan? Tapi hari ini, kamu mengingkarkan semuanya. Kewajiban yang sudah kamu bangun, seketika kamu hancurkan dengan kebohonganmu. Jangan tanya betapa sakitnya hatiku, itu tidak cukup membuatmu berhenti menangis. Melalui lembaran ini, ketahuilah, aku sangat menyayangimu. Masa laluku yang buruk dapat kamu kubur saat itu, keresahanku kamu tampung dengan usaha yang kamu miliki. Tapi sayang, semuanya telah berakhir. Hey, dengar, kalaupun kamu membaca lembaran ini, mungkin ini lembaran terakhir yang akan aku buat. Tulisan dramatis ini akan berakhir sekarang. Aku tidak akan pernah menulis lagi, aku akan berhenti melukis kalimat-kalimat yang justru membuatku sedih. Terimakasih, sayang, sudah menganggapku sebagai senja yang selalu kamu tunggu. Aku senang pernah menjadi bagian dalam hidupmu. Membuat memori indah yang terkadang sulit terlupakan oleh akal manusia. Aku mencintaimu, J. -G